November 29, 2022

Peran Anemia pada Anak Syok Septik : Tinjauan pada Stres Oksidatif, Degradasi Glycocalix dan Gangguan Sistem Hemodinamik

Topik tersebut disampaikan Dokter Arina Setyaningtyas, M.Kes.,Sp.A(K) dalam mempertahankan Disertasinya pada Sidang Ujian Doktor Terbuka, Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga di hadapan para Penyanggah hari Kamis, 24 Nopember 2022 di Aula Fakultas Kedokteran UNAIR dibawah bimbingan Promotor Prof. Soetjipto, dr.,MS.,Ph.D dan Ko Promotor Prof. Dr. Anang Endaryanto, dr.,Sp.A(K).. Dr. Arina Setyaningtyas, M.Kes.,Sp.A(K) adalah lulusan ke 986 dari Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran UNAIR.

Sepsis adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak sakit kritis di seluruh dunia. Secara global, sepsis  terjadi pada 22 anak per 100.000 anak/tahun, dan 2.202 terjadi pada fase neonatal per 100.000 kelahiran hidup, dengan jumlah per tahun sebanyak 1,2 juta kasus sepsis pada anak. Mortalitas pasien anak sakit kritis dengan sepsis berkisar 4-50%, bergantung pada tingkat keparahan penyakit, faktor resiko, dan lokasi geografis. Di Indonesia tingkat kematian akibat syok septik masih cukup tinggi, yaitu sebesar 88,2%. Sebagian besar mortalitas pada anak sepsis karena syok refrakter atau syok septik dan/atau sindrom gagal multiorgan, yang terjadi pada 48-72 jam setelah tata laksana awal. Penyebab peningkatan mortalitas diantaranya adalah cakupan imunisasi yang jelek, sulitnya mencapai akses fasilitas kesehatan dan kurangnya rumah sakit yang mempunyai perawatan intensif.faktor premorbid yang berpengaruh pada luaran anak sepsis, diantaranya adalah usia spesifik, status nutrisi dan anemia. Malnutrisi meningkatkan mortalitas 4x lipat, sementara anemia meningkatkan mortalitas 3x lipat.

Sepsis berat secara klasik dipahami sebagai proses inflamasi yang tidak terkontrol, yang dipicu oleh proses infeksi, aktivasi necrosis factor-kappa b (NF-kb) yang berlebihan. Adanya stimulasi sitotoksik sel imun dan cedera sel endotel akan merangsang peningkatan reactive oxygen species (ROS). Kadar ROS  yang tinggi itu mempengaruhi sirkulasi darah dan sel endotel, menyebabkan kerusakan di tingkat seluler. Stres oksidatif pada kondisi sepsis memiliki konsekuensi yang lebih sering pada pasien anak daripada dewasa karena kapasitas cadangan fungsional yang lebih rendah dan kebutuhan untuk pertumbuhan jaringan sesuai perkembangan somatik. Studi pada populasi dewasa juga menunjukkan peran ROS dalam progresivitas sepsis menuju syok septik dan multiorgan dysfunction (F2-IsoPs) yang merupakan parameter stres oksidatif pada pasien sepsis dengan kegagalan sirkulasi yang merupakan hasil dari peroksidasi lipid.

F2-IsoProstanes (F2-IsoPs) memiliki  keunggulan dalam mendeteksi stres oksidatif, antara lain : spesifik pada cairan biologis, mudah diukur  dengan metode non-invasif, termasuk dalam urine, plasma dan jaringan. Pada kondisi anemia, juga didapatkan peningkatan stres oksidatif, yang dibuktikan terjadinya peningkatan aktivitas enzim antioksidan Glutation Peroksidase (GPx) pada pasien anak dengan ADB, dan menunjukkan peningkatan peroksidasi lipid.

Berpijak dari permasalahan diatas dr. Arina melakukan penelitian tentang Peran Anemia pada Anak Syok Septik : Tinjauan pada Stres Oksidatif, Degradasi Glycocalix dan Gangguan Sistem Hemodinamik.

Kesimpulan penelitian dr. Arina yaitu terdapat peran anemia terhadap luaran mortalitas anak syok septik melalui stres oksidatif dan gangguan sistem hemodinamik dan didapatkan nilai cut off glutathion peroxidase 23,56 ng/ml dapat memprediksi mortalitas anak syok septik dengan sensitivitas 59% dan spesifitas 60% dan cut off rasio glutathion peroxidase/F2-Isoprostane 0,16 dengan sensitivitas 59% dan spesifitas 62%. (ISH)