Mengatakan yang Sejujurnya Meski Pahit, Cerita PPDS Obgin Periksa Pasien Tanpa Rahim di Kepulauan

Semua dokter pasti ingin merasakan bagaimana mengabdi ke daerah. Setidaknya itu yang disampaikan Dokter Nanda Bagus Pratiktio, PPDS Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR -RSUD Dr Soetomo.
Karenanya, saat ada kesempatan datang, ia tidak mau menyia-nyiakan. Di masa penantiannya menunggu kelulusan, PPDS yang akrab disapa Nanda ini ikut rombongan dokter Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga (RSTKA) berlayar menuju pulau Raas dan Giliyang, Madura.
Selama berlayar sejak 13 Mei hingga 7 Juni, banyak hal yang ia dapatkan. Mulai dari pelayanan kesehatan hingga memahami pola sosial budaya pasien. Salah satu yang paling berkesan adalah ketika dia memeriksa pasien tanpa rahim.
“Saya dapat pasien wanita usia tiga puluh tahun. Datang dengan harapan ingin memiliki momongan. Namun setelah diperiksa, rupanya ibu tersebut tidak memiliki rahim,” kisahnya.
Singkat cerita, si ibu memaklumi. Hal ini karena selama 30 tahun hidupnya, si ibu tidak pernah haid. Namun hingga sudah menikah, ia tidak pernah periksa. Namun si ibu memahami keadaannya. Mungkin ini tak lepas dari pendidikan terakhirnya yang lulusan S1.
Lain cerita, sang suami merasa terpukul. Bahkan dia sempat tidak menerima apa yang ia dengar. Memiliki momongan adalah harapan setiap orang yang sudah menikah. Apalagi di daerah seperti Madura, momongan adalah hal yang sensitif.
“Atas seizin istri, kenyataan tersebut tetap saya sampaikan kepada suami meskipun tidak nyaman untuk didengar,” terangnya.
Kasus perempuan tanpa rahim, jelas Dokter Nanda merupakan kasus yang cukup umum terjadi di RSUD Dr. Soetomo. Mengingat rumah sakit pendidikan utama FK UNAIR ini merupakan rumah sakit rujukan utama.
“Yang bisa menjadi pelajaran ya bagaimana segera periksa jika ada kelainan misalnya tidak pernah menstruasi. Ini membantu agar terdeteksi sejak dini. Meskipun di Indonesia belum bisa transplantasi rahim, setidaknya calon tahu kondisi pasangannya sebelum menikah. Sehingga tidak ada kekecewaan,” terangnya.

Beri Pelatihan Bidan di Daerah
Selama mengabdi bersama RSTKA , Dokter kelahiran tahun 1989 ini melakukan 100 lebih pemeriksaan kehamilan, 4 operasi caesar dan pelayanan poliklinik.
Selain itu, ia juga memberikan pelatihan kepada 28 bidan. Pelatihan yang diberikan berfokus pada penanganan persalinan patologis. Misalnya adalah penanganan persalinan pada bayi sungsang.
“Sebenarnya jika ada kelaian seperti ini harus ditangani spesialis obgyn. Namun di kepulauan sangat terbatas transportasi dan jarak, untuk menuju rumah sakit tipe C. Karenanya pelatihan ini saya berikan kepada bidan di puskesmas setempat agar terampil jika ada kasus berat. Bayi dan ibu pun selamat,” tambahnya.

Minum Obat Pencegah Mabuk Sebelum Operasi
Belum terbiasa melakukan pelayanan di kapal membuat dokter Nanda harus menyesuaikan diri. Tak jarang ia harus mengkonsumsi Pereda mabuk sebelum melakukan tindakan operasi agar. Sehingga tetap stabil meski mengalami goncangan ombak yang cukup kencang.
Mengabdi selama dua minggu di Pulau Raas dan satu Minggu di pulau Giliyang juga membuat dokter yang mendalami ilmu Urogin ini mulai terbiasa dengan kehidupan di kepulauan. Tinggal bersama warga, keterbatasan sinyal handphone hingga listrik yang hanya menyala selama setengah hari.
“Jadi saya kadang-kadang juga tidur di kapal kalau sudah tidak kuat panas,” terangnya.
“Tiga minggu tidak terasa ya. Karena saya nikmati saja semua pengalamannya,” tukas dokter yang memang sudah hobi melakukan pengabdian masyarakat sejak menempuh pendidikan S1 ini. (ISM).