Manfaatkan Limbah Dupa untuk Tekan DBD, Mahasiswa FK UNAIR Raih Medali Emas dalam Kompetisi Ilmiah dan Lingkungan Dunia, WSEEC 2022

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) mendapat medali emas dalam kompetisi ilmiah dan lingkungan tingkat dunia. I Made Dwi Mertha Adnyana menjadi juara satu dalam World Science, Environtment and Enginering Competition (WSEEC) 2022. Lomba ini diselenggarakan oleh Indonesian Young Scientist Association (IYSA) dengan Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (UI).
“Saya mendapatkan gold medal kategori lingkungan,” ujar mahasiswa semester dua Program Studi S2 Ilmu Kedokteran Tropis ini.
Tak tanggung-tanggung, ia mengalahkan 305 tim dari 22 negara. Termasuk Korea Selatan, Meksiko, Uni Emirat Arab, beberapa negara Eropa, Afrika dan tetangga.
Tak hanya mendapatkan medali emas, ia juga mendapatkan penghargaan dari Malaysia Young Scientist Organization (MYSO) Special Award berdasarkan kualitas paper dan presentasinya.
Buat Inovasi Limbah Dupa dari Campuran Sereh, Pandan dan Kayu Untuk Tekan DBD
Dalam kompetisi ini, Dwi memaparkan penelitiannya berupa limbah dupa yang bisa dimanfaatkan sebagai larvasida (insektisida untuk larva) untuk membunuh jentik-jentik nyamuk Aedes Aegepty.
Limbah dupa yang ia gunakan bukannya limbah dupa yang umum digunakan. Melainkan Dupa Parasayu, dupa hasil ciptaannya sendiri yang disusun dari tanaman pandan wangi, sereh wangi dan serbuk kayu.
“Dupa Parasayu sendiri merupakan jargon dari bahan dupanya. Pandan Wangi, Sereh Wangi dan Serbuk Kayu,” tambahnya.
Pria asal Bali ini terinspirasi untuk melakukan penelitian ini karena latar belakang lingkungannya. Berdasarkan data dari Kemenkes Tahun 2022, Bali menempati 10 besar daerah di Indonesia dengan kasus DBD tertinggi. Bahkan ia menyebut di Tahun 2021, Bali menempati peringkat kedua di Indonesia.
Pertimbangan agama dan sosiokultural juga ia ambil dalam penelitian ini. Di Mana di Bali mayoritas penduduknya beragama hindu. Sehingga penggunaan dupa juga tinggi.
“Di rumah saya saja per harinya bisa membakar 30 dupa. Bisa dibayangkan berapa dupa yang dibakar oleh semua Penduduk di Bali,” tambahnya.
Laki-laki yang memang hobi meneliti ini menjelaskan, abu dan asap dari pembakaran dupa bisa menyebabkan polusi udara. Yang rupanya juga berkaitan dengan resistensi nyamuk dan jentik Aedes Aegepty.
Sehingga bisa dikatakan Dwi membunuh burung dalam sekali lemparan batu. Ia menciptakan dupa yang lebih ramah lingkungan yang juga sekaligus bisa dimanfaatkan untuk membunuh jentik-jentik.
“Saya menjalani penelitian eksperimen ini selama satu tahun sejak 2021 lalu. Dupa produksi saya juga sudah mendapatkan hak cipta dan Nomor Induk Usaha. Tinggal saat ini kami mencari sponsor untuk produksi dalam jumlah banyak,” paparnya.
Dalam menciptakan dupa ini sendiri, Pria berusia 25 tahun ini juga mempertimbangkan unsur agama. Ia juga berkonsultasi mengenai bahan dupa yang boleh digunakan,”Syarat dupa adalah bahan dari alam dan asalkan bukan barang sisa sampah. Jadi dupa kami memenuhi syarat untuk itu,” tambahnya.
Paper penelitian untuk limbah dupa ini sudah diterima dalam Jurnal Q3 Scopus dan tinggal menunggu terpublikasi akhir tahun nanti. (ISM)