sumber foto : alodokter.com
Beraneka jenis kanker saat ini meningkat di seluruh dunia. Asia sendiri menjadi tempat perkembangan separo kejadian kanker baru dari yang ada di dunia. Termasuk kanker paru. Tak hanya kasusnya yang meningkat, kasus kematian kanker paru pun semakin tinggi.
Dijelaskan Dr dr Laksmi Wulandari, Sp.P(K), FCCP, FISCM, FISR, sesuai data sepuluh kanker terbanyak di Indonesia, kanker paru masuk lima besar. Dari hal tersebut, laki-laki dengan kanker paru di urutan pertama dan perempuan di urutan ke-4.
Pada 2019 di RSUD Dr Soetomo Surabaya, kejadian kanker paru pada laki-laki dan perempuan hampir sama. Perbandingannya, 55 banding 45. “Padahal, waktu saya sekolah 20 tahun yang lalu kanker paru banyaknya pria, pada perempuan jarang sekali” ungkapnya.
Bagaimana dengan stadium-nya? Spesialis paru konsultan onkologi paru yang berdinas di RSUD Dr. SOetomo Surabaya itu mengungkapkan, pasien kanker paru datang pada stadium IV yakni 87,44 persen. “Stadium I nol, stadium II ada 1,4 persen dan stadium III sebanyak 11,16 persen” kata Laksmi saat menajdi pemateri webinar berjudul Kanker Paru di Era Precision Onkology beberapa waktu lalu.
Tahapan pemeriksaannya cukup panjang. Untuk jenisnya, secara histopatologi diketahui 79,37 persen adenocarsinoma. Selebihnya terdiri atas squamous carcinoma, large cell carcinoma, dan jenis lain. Kondisi ini hampir sama dengan kondisi di Asia Pasifik.
Setelah ditemukan subtipe secara histopatologi, pemeriksaan dilanjutkan untuk menentukan profil molekuler. Di antaranya, mutasi EGFR (epidermal growth factor receptor), ALK (anaplastic lymphoma kinase), dan ekspresi PD-L 1 (programmed death-ligand 1). Bila hasil EGFR mutasi positif, sudah terdapat panduan obat-obat yang sesuai dan obat tersebut sudah ditanggung BPJS Kesehatan. Bila profil molekuler ALK positif, sudah terdapat panduan obat-obat yang sesuai, tapi belum ditanggung BPJS Kesehatan.
Kemudian, kalau ekspresi PD-L 1 lebih dari 50 persen sesuai panduan akan diberikan imunoterapi, bisa single atau dobel dengan kemoterapi. Demikian pula, jika ekspresi PD-L 1 intermediate, 1-49 persen, sudah ada panduan penanganannya.
Menurut alumnus FK Unair ini, penegakan diagnosis membutuhkan kerja sama dengan pakar lain dalam tim multidisiplin. Utamanya, memenuhi kebutuhan biopsi jaringan. Baik dengan spesialis bedah thorax kardiologi, spesialis radiologi intervensi, serta pakar patologi anatomi. Setelah jaringan diperoleh mungkin diperlukan pengambilan ulang sejalan dengan perkembangan pasien.
Evaluasi perkembangan penyakit, diterangkan Laksmi, dengan memperhatikan beberapa kondisi. Salah satunya, perkembangan gejala klinis, keluhan pasien, serta melalui respons terhadap pengobatan. Selain itu, diperlukan pula pemeriksaan radiologi. Bisa rontgen thorax dan CT-scan tiap 2-3 bulan untuk mengetahui ukuran massa. Hal ini diperlukan pula untuk menentukan obat yang sudah dikonsumsi si pasien dilanjutkan atau malah di-stop.
Laksmi mengungkapkan, ada kalanya obat dipertimbangkan untuk dihentikan lantas ganti obat lain karena kanker ’’kebal’’. Tandanya, ada perburukan gejala klinis dari yang sebelumnya membaik. Meliputi, berat badan turun, nafsu makan berkurang, gejala di paru timbul lagi. Seperti sesak napas, nyeri dada, serta batuk berkepanjangan. ’’Biasanya pasien merasa sendiri ada perubahan di dirinya. Dari yang sebelumnya sudah enakan kok sekarang enggak enak lagi,’’ katanya.
Selain itu, ada perburukan gambaran di paru dibandingkan sebelumnya. Bisa berupa progres massa maupun cairan. ’’Rata-rata pasien dalam setahun mengalami progres tersebut. Ada yang tidak sampai setahun, ada yang mengalami perburukan setelah 3 tahun,’’ tuturnya.
Onkologist akan menanyakan kemungkinan penyebaran atau metastasis. Utamanya, ke organ lain yang sering terjadi. Di antaranya, pusing sebagai tanda metastasis ke otak, nyeri tulang sebagai tanda kanker menyebar ke tulang, maupun mual-muntah sebagai kemungkinan metastasis ke hati.
Bila terjadi progres, menurut Laksmi, diperlukan biopsi ulang. Sayangnya, kondisi pasien mungkin lebih buruk, posisi massa di lokasi yang sulit, bahkan kandungan sel-sel tumornya sedikit karena jaringan berubah menjadi fibrosis.
Karena kesulitan-kesulitan tersebut, para pakar di dunia mengembangkan circulating tumor DNA in liquid biopsy. Jadi yang diperiksa darah si pasien. Penjelasannya, tumor selalu dekat dengan pembuluh darah. Sebab, ia memakai pembuluh darah sebagai sumber makanan. Si kanker juga mensekresikan sel-selnya di pembuluh darah sehingga sel ikut mengalir lantas membuka peluang metastasis. Nah hasil pemeriksaan ini selanjutnya dipakai untuk panduan terapi.
sumber : news.ika-fk-unair.org