Juli 14, 2023

FK UNAIR Kembali Kukuhkan Guru Besar dari Belanda

Setelah Mei lalu mengukuhkan guru besar mitra ( Adjunct Professor ) dari Belanda, Kemarin, 13 Juli 2023 Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) kembali mengukuhkan guru besar dari negeri kincir angin tersebut.

Kali ini adalah Prof. Rob G.H.H. Nelissen, MD, PhD. Ia merupakan ahli bedah orthopaedi yang mengepalai Departemen Orthopaedi dari Leiden University Medical Center (LUMC) Leiden, Belanda.

Reputasi Prof Nelissen di bidang riset sudah diragukan lagi. Ia menghasilkan publikasi terindeks scopus lebih dari 450 publikasi dan indeks-H 72 serta jumlah sitasi sebanyak 200.023. Selama meneliti, ia telah banyak memenangkan penghargaan dan hibah riset bernilai jutaan Euro selama karirnya.

“Kapasitas dan kualitas beliau ini tentunya akan dapat memberi dampak positif untuk UNAIR sehingga bisa makin meningkatkan kualitas penelitian dan publikasi UNAIR di level dunia,” ungkap Wakil Dekan 3, Dr. Sulistiawati, Dr. M.Kes ditemui seusai acara.

Selain sebagai guru besar orthopedi di LUMC, Prof Nelisen juga menjabat sebagai profesor bidang teknik biomedis di Delft University of Technology. Di sini dia berkontribusi aktif dalam mengembangkan inovasi-inovasi di bidang kesehatan.

Luaran produk ini juga menjadi salah satu hal yang diharapkan dari kolaborasi dengan Prof Nelisen.

“Tentunya kami juga mengharapkan untuk mengembangkan sebuah teknologi di bidang orthopaedi & traumatologi nantinya. Sehingga departemen kami memiliki alat untuk menunjang Pendidikan dan pelayanan ke masyarakat,” tambah Kepala Departemen Orthopaedi dan Traumatologi Fakultas Kedokteran (FK) Unair – RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tri Wahyu Martanto dr., SpOT(K).

Diangkat menjadi adjunct professor di FK UNAIR menjadi suatu kebanggan tersendiri bagi Prof Nelissen. Ia bersemangat untuk segera berkolaborasi dan menularkan ilmu dan pengalamannya kepada dokter dan mahasiswa FK UNAIR.

Satu hal yang akan ia tekankan adalah bagaimana meningkatkan pola berpikir kritis kepada mahasiswa juga kepada sesama dokter. Menurutnya proses transfer ilmu tidak bisa serta merta diterima langsung antara dosen sebagai pemberi ilmu dan mahasiswa yang menerima. Proses ini seharusnya melalui banyak pertanyaan seperti ‘kenapa’ dan ‘bagaimana bisa’ sebelum diserap.

“Pola berpikir kritis saat ini menjadi tren yang dikembangkan di negara eropa. Pola ini sangat membantu melahirkan inovasi-inovasi yang menjawab permasalahan kesehatan,” tambahnya.

Komitmen untuk menguatkan pola berpikir kritis ini akan Nelisson implementasikan dalam pelaksanaan riset.

Penulis : Ismaul Choiriyah