Ahli Penyakit Dalam Minta Waspadai Gangguan Lambung saat Puasa

SURABAYA – Di bulan puasa, umat Islam perlu mencermati banyak hal khususnya dalam menjaga kesehatan lambung. Karena saat berpuasa, lambung tidak menerima asupan selama 14-15 jam setiap harinya. Sehingga orang berpuasa rentan mengalami gangguan kesehatan lambung (gastritis).
Berdasarkan data WHO dan CDC sebanyak 1,8 sampai 2,1 juta orang tercatat menderita gastritis setiap tahunnya. Sedangkan di Asia Tenggara kasusnya mencapai 580 ribu setiap tahun. Tingginya angka penderita gastritis di bulan puasa setiap tahunnya membuat Fakultas Kedokteran Unair menggelar edukasi di Youtube Channel Dokter Unair TV, 1 April 2022.
Edukasi bertema “Kenali dan Atasi Gangguan Lambung di Bulan Puasa” ini menghadirkan guru besar FK Universitas Indonesia Prof Dr dr Ari Fachrial Syam, SpPD-KGEH., MMB dan dr Muhammad Miftahussurur, M Kes., SpPD-KGEH, Ph.D dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK Unair.
Dalam acara tersebut, dokter Miftah mengatakan, gastritis masuk dalam penyakit lambung dyspepsia yang paling banyak dikeluhkan pasien.
“Dyspepsia atau rasa tidak nyaman di perut menjadi penyakit terbanyak keempat yang diderita oleh pasien rawat inap di rumah sakit,” katanya.
Apalagi memasuki bulan puasa dikhawatirkan jumlah penderitanya akan meningkat. Sehingga dirinya mengingatkan agar masyarakat peka terhadap alarm symptoms dalam tubuhnya. “Alarm symptoms itu seperti kram berkepanjangan sampai terjadi penurunan berat badan. Bahkan bisa sampai pendarahan,” tukasnya.
Kalau sudah begitu, Miftah meminta agar segera ke dokter untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Sementara itu, Prof Ari Fachrial Syam memerinci, dyspepsia terbagi dalam dua kelompok. Yakni fungsional dan organik. Dikatakan fungsional apabila dilakukan pemeriksaan endoskopi tidak terdapat kelainan. Sedangkan organik adalah jika pemeriksaan endoskopi dilakukan akan tampak kelainan mulai luka-luka hingga benjolan tumor.
Meski begitu, Ari menyebut jika pasien dyspepsia fungsional justru lebih tinggi mencapai 60-70 persen. “Biasanya orang-orang yang masuk kategori ini karena sering makan tidak beraturan, merokok, sampai stres,” ujarnya.
Ari mengingatkan saat berpuasa, sebenarnya tubuh mengalami relaksasi. “Saat puasa kita, kan, dianjurkan untuk lebih sabar. Berzikir, berdoa, itu justru bisa menjadi bagian dari pengobatan dyspepsia. Karena tubuh lebih tenang, refluks asam lambung tidak sampai naik dan menyebabkan sebah,” jelasnya.
Namun untuk penanganannya, Ari biasa memberikan resep bergantung pada jenis keluhannya. Biasanya untuk keluhan ringan cukup diminum satu kali sehari setelah sahur. “Kalau masih terasa sakit, setelah berbuka kurma tiga butir, bisa minum obat lagi. Baru kemudian makan besar,” ungkapnya.
Tapi, untuk pasien dengan terapi tertentu misal GERD dirinya biasanya memberikan obat anti kembung yang diminum setelah makan.