Ahli Paru FK UNAIR Paparkan Bahaya Paparan Gas Air Mata

sumber foto : suara.com
Tragedi sepak bola di Kanjuruhan Malang tengah menjadi sorotan publik. Salah satu yang menjadi topik pembicaraan adalah penggunaan gas air mata di stadion yang jika menilik peraturan FIFA menyalahi aturan. Lalu sebenarnya seberapa bahaya paparan gas air mata?
Dokter Spesialis Paru FK UNAIR, Isnin Anang Marhana, dr., SpP(K), FCCP, FIRS menjelaskan, Gas air mata sering digunakan di berbagai negara sebagai agen untuk mengontrol massa. Dan pada dosis yang normal tidak memberikan efek mematikan. Namun pada dosis yang tinggi, resiko sesak nafas hingga kematian bisa terjadi.
Kandungan gas air mata beragam, namun utamanya adalah CN (chloroacetophenone) atau CS (Chlorobenzylidene malononitrile). Juga senyawa lain seperti Bromoacetone, oleoresin capsicum (OC). Jenis yang paling sering digunakan hingga tahun 1950 adalah CN, namun setelahnya CS lebih sering digunakan, karena lebih aman.
Gas air mata memiliki sifat iritan yang memicu inflamasi. Di mana semua membran mukosa yang ditempeli menumbuhkan reaksi radang (nyeri) akut. Seperti rasa pedih, gatal dan terbakar jika mengenai mata. Jika mengenai mulut dan tenggorokan akan menyebabkan hidung berair dan rasa tersedak. Jika gas ini terhirup masuk ke saluran pernapasan akan menyebabkan batuk dan sesak nafas.
Pun jika terkena kulit akan menimbulkan gatal, rasa tersengat, kemerahan, dermatitis kontak allergen. Pada saluran cerna bisa menyebabkan mual, muntah dan diare. Serta efek psikologisnya bisa menimbulkan kecemasan dan distress psikologis. Reaksi-reaksi yang muncul biasanya akan menimbulkan kepanikan saat mengenai seseorang.
“Karenanya itulah dijadikan alat untuk mengendalikan massa karena sifatnya yang melumpuhkan dengan cepat,” terang Ketua Program Studi Pulmonologi FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo ini.
Paparan gas air mata memiliki sifat self-limiting. Artinya hanya bertahan selama 20 menit. Karenanya masyarakat dianjurkan untuk segera menjauh dan mencari lokasi aman dengan sirkulasi udara segar jika terpapar gas air mata.
Musibah yang terjadi di Malang bisa dikatakan multifaktor. Massa yang panik setelah terpapar gas berusaha menghindar dengan keluar dari stadion. Namun karena berdesakan di pintu, sehingga kekurangan oksigen. Ditambah lagi trauma lain seperti terhimpit ini yang menyebabkan jatuhnya banyak korban.
“Karena di ruang tertutup, gas yang terdispepsi terus berputar di udara sehingga dosis yang terhirup tinggi. Ini juga yang menyebabkan sesak nafas,” tambahnya.

Bahaya Dosis Tinggi dan Masyarakat Yang Memiliki Riwayat Penyakit Tertentu
Paparan gas air mata dalam dosis tinggi dan lebih dari waktu dua puluh menit bisa menimbulkan beberapa efek permanen. Diantaranya timbulnya fibrosis paru. Suatu gangguan pernafasan yang disebabkan oleh penebalan jaringan di sekitar dan di antara kantung udara (alveoli) di paru-paru pengidap. Kondisi ini membuat oksigen lebih sulit lagi untuk masuk ke aliran darah.
“Ini menyebabkan paru-paru tidak mengembang bagus. Sehingga tidak bisa bernafas dengan sempurna,” tambahnya.
Efek jangka panjang lain adalah terjadi bronkitis kronis. Serta gangguan pada alveolus paru yang menyebabkan gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida.
“Infiltrasi Capsaicin pada saluran napas bawah dapat menginduksi terjadinya edema pulmoner, apnea hingga henti nafas,” tambahnya.
Orang dengan penyakit pernapasan seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronik memiliki risiko dua hingga tiga kali gejala serius lebih tinggi mengalami setelah terpapar gas air mata, “ini juga berlaku pada perokok aktif,” tambahnya.
Pun juga pada seorang yang memiliki luka atau alergi di kulit, terpapar gas air mata juga akan menyebabkan iritasi semakin parah. (ISM)